Selama ini kita mengetahui bahwa anak yatim-piatu adalah anak yang tidak memiliki ayah dan ibu lagi karena kedua orang tuanya sudah meninggal. Akan tetapi, ada juga anak yang menjadi yatim-piatu karena orang tuanya benar-benar tidak memperhatikan anak-anak mereka. Orang tua tidak terlalu peduli dan sibuk dengan urusan masing-masing. Bahkan dalam sebuah syair disebutkan bahwa anak yatim bukanlah anak yang ditinggal mati kedua orang tuanya. Akan tetapi, anak yatim adalah anak yang kedua orang tuanya sibuk dan tidak mengurusi anak-anaknnya.
Dalam sebuah syair Arab,
لَيْسَ الْيَتِيْمَ مَنِ انْتَهَى أَبَوَاهُ
مِنْ هَمِّ الْحَيَاةِ وَخَلَّفَاهُ ذَلِيلْاً
إِنّٓ الْيٓتِيْمٓ هُوٓ الَّذِي تَلْقٓى لٓهُ
أُمًّا تَخَلَّتْ أَوْ أَباً مَشْغُوْلاً
“Bukanlah anak yatim yang kedua orang tuanya telah tiada;
(Telah tiada) dari kehidupan dunia, lalu meninggalkan anak tersebut dalam keadaan hina;
Akan tetapi, anak yatim adalah anak yang kau dapati;
Ibunya tidak mempedulikannya atau ayahnya sibuk tidak mau mengurusnya” (Sya’ir Ahmad Syauqi).
Hendaknya orang tua tidak lalai mendidik dan memberikan perhatian kepada anak-anak mereka. Di zaman ini, kewajiban ini cukup banyak dilalaikan oleh orang tua. Karena di zaman ini, godaan sosial media, internet, dan gadget dapat melalaikan pendidikan orang tua terhadap anaknya. Misalnya, para ayah sibuk bermain gim, sedangkan para ibu sibuk nonton drama Korea, dan sibuk swafoto, serta belanja online. Semoga kita para orang tua dijauhkan dari hal semacam ini.
Anak adalah kewajiban dan amanah bagi orang tua. Orang tua, terutama ayah, memiliki tugas penting agar menjaga anak mereka dari api neraka; yaitu, dengan mengajarkan kebaikan, mendidik, dan memberikan perhatian kepada anak-anaknya.
Allah Ta’ala berfirman,
ﻳَﺎ ﺃَﻳُّﻬَﺎ ﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﺁﻣَﻨُﻮﺍ ﻗُﻮﺍ ﺃَﻧْﻔُﺴَﻜُﻢْ ﻭَﺃَﻫْﻠِﻴﻜُﻢْ ﻧَﺎﺭًﺍ
“Hai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka” (QS. At-Taahrim: 6).
Muqatil Rahimahullah menjelaskan bahwa maksud ayat ini adalah agar mendidik keluarga. Beliau Rahimahullah berkata,
ﻭَﻗَﺎﻝَ ﻣُﻘَﺎﺗِﻞٌ : ﺃَﻥْ ﻳُﺆَﺩِّﺏَ ﺍﻟْﻤُﺴْﻠِﻢُ ﻧَﻔْﺴَﻪُ ﻭَﺃَﻫْﻠَﻪُ، ﻓَﻴَﺄْﻣُﺮَﻫُﻢْ ﺑِﺎﻟْﺨَﻴْﺮِ ﻭَﻳَﻨْﻬَﺎﻫُﻢْ ﻋَﻦِ ﺍﻟﺸَّﺮِّ
“Seorang muslim mendidik dirinya dan keluarganya, memerintahkan mereka kebaikan dan melarang dari keburukan” (Mafaatihul Ghaib Tafsir Ar-Raziy, 30: 527).
Jangan sampai anak kita menjadi seperti anak yatim, bahkan lebih parah dari anak yatim yang sesungguhnya. Hal ini karena mereka tidak mendapat perhatian dan pendidikan. Akibatnya, anak-anak menjadi rusak dan nakal. Kerusakan anak-anak disebabkan oleh kelalaian orang tuanya, yaitu tidak mengajarkan agama dan tidak memperhatikan dengan siapa anak-anak mereka bergaul. Ibnul Qayyim Al-Jauziyyah Rahimahullah menjelaskan,
ﺍﻛﺜﺮ ﺍﻷﻭﻻﺩ ﺇﻧﻤﺎ ﺟﺎﺀ ﻓﺴﺎﺩﻫﻢ ﻣﻦ ﻗﺒﻞ ﺍﻵﺑﺎﺀ، ﻭﺇﻫﻤﺎﻟﻬﻢ، ﻭ ﺗﺮﻙ ﺗﻌﻠﻴﻤﻬﻢ ﻓﺮﺍﺋﺾ ﺍﻟﺪﻳﻦ ﻭﺳﻨﻨﻪ، ﻓﻀﺎﻋﻮﻫﻢ ﺻﻐﺎﺭﺍ
“Kebanyakan kerusakan anak disebabkan karena orangtua mereka. Mereka menelantarkannya dan tidak mengajarkan anak ilmu dasar-dasar wajib agama dan sunnah-sunnahnya. Mereka menyia-nyiakan anak-anak di masa kecil mereka” (Tuhfatul Maulud, hal. 387).
Jangan sampai kita menyesal kelak. Ketika anak-anak sudah dewasa, mereka tidak pernah merasakan kasih sayang dan memiliki kenangan indah dengan orang tuanya ketika kecil. Ketika-anak-anak sudah dewasa dan orang tua sudah mulai pikun serta tua renta, maka anak-anak tidak mau berbakti kepada orang tua mereka di masa tua.
Perhatikanlah syair berikut ini,
ﻳﺎﺃﺑﺖ، ﺇﻧﻚ ﻋﻘﻘﺘﻨﻲ ﺻﻐﻴﺮﺍ، ﻓﻌﻘﻘﺘﻚ ﻛﺒﻴﺮﺍ، ﻭﺃﺿﻌﺘﻨﻲ ﻭﻟﺪﺍ ﻓﺄﺿﻌﺘﻚ ﺷﻴﺨﺎ
“Wahai ayahku, sungguh engkau mendurhakaiku di waktu kecil. Maka aku pun mendurhakaimu di kala aku besar. Engkau menelantarkanku di waktu kecil, maka aku telantarkan Engkau di kala tua nanti” (Tuhfatul Maulud, hal. 387).
Semoga kita bisa menjadi orang tua saleh yang diberi taufik oleh Allah Ta’ala untuk mendidik anak-anak kita agar sukses di dunia dan di akhirat. Aamiin.